Monday 14 December 2015

Menikmati Manchester United Sebagai Tim Biasa

Menikmati MU sebagai tim biasa
Louis Van Gaal



Pendukung Manchester United seperti muntab, tidak semua sih, mungkin saya saja dan beberapa orang lainnya. Kekalahan melawan AFC Bournemouth adalah puncak dari segala kemuakan, sekaligus kegeraman yang membuat gigi bergemeletak tak karuan.

Sejak akhir November, tren permainan United memang menurun. Itu bisa dilihat dari hasil-hasil pertandingan yang dilalui. Rentetan hasil buruk ini seakan memperparah keadaan karena permainan MU yang angin-anginan sejak awal musim. Sebagai pendukung Red Devils sejak era akhir 90-an, saya mencoba untuk, kata orang jawa, ngelus dodo.Bully, caci maki, dan ledekan lainnya kini semakin akrab ditelinga, terutama dari kawan-kawan saya yang mendukung tim rival. 

MU, bisa dibilang sudah kehilangan ciri khas permainan yang jadi identitas klub. Era David Beckham dan Cristiano Ronaldo bisa dibilang adalah identitas sesungguhnya United. Sir Alex Ferguson sukses menunjukkan permainan khas MU, dengan tusukan lewat sayap dan diakhiri dengan crossing ke kotak penalti lawan. Lalu disempurnakan oleh oleh Cristiano Ronaldo yang sukses mengantarkan MU menjuarai liga champions 2007/2008. 

Kini sebagaimana yang dialami fans Manchester United lain di dunia, yang bisa dilakukan hanyalah menikmati saat-saat MU menjadi tim yang biasa-biasa saja, sembari berharap Louis Van Gaal dapat mengembalikan karakter Red Devils lagi.

Monday 30 November 2015

(Catper) Pendakian Keluarga Edisi Lebaran

Setelah lama libur menulis dan juga libur mendaki gunung karena bertepatan dengan bulan puasa, libur lebaran Idul Fitri kemarin saya kembali menghirup udara segar pegunungan.Pendakian ini istimewa menurut saya, karena keinginan untuk naik gunung bareng keluarga akhirnya terlaksana. Alhamdulillah. Istimewanya karena pendakian ini bareng keluarga sendiri, meskipun bukan keluarga inti, lebih tepatnya ikut keluarga paman ke gunung. Gunung yang kami daki adalah gunung Lawu, di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.Peserta pendakian kali ini adalah Om Napik, Tante Antik, dek Akbar, dek Icha, dek Kansa, dek Zahra, dan saya sendiri. Minggu malam 20 Juli, kami ada acara kumpul keluarga besar di sebuah hotel di tepi Telaga Sarangan , baru pada pagi hari keesokan harinya kami berpisah, dan saya ikut keluarga paman mendaki ke gunung Lawu, dan kami naik lewat jalur Cemorosewu. Hari Senin 21 Juli, jam 9.00 WIB kami memulai langkah ini. Jalan dari basecamp menuju pos 1 treknya masih agak landai, dengan beberapa variasi tanjakan yang cukup untuk pemanasan pagi itu. Rombongan kami sengaja meminimalkan untuk banyak berhenti, karena memang trek yang tidak terlalu berat diawal. Setelah berjalan kira-kira satu jam, kami sampai pos 1. Disini kami agak lama berhenti karena tante Antik, dek Kansa, dek Icha, dan dek Zahra nampak kelelahan. Disini kami buka perbekalan, makan buah dan biskuit macan...hehe. Setelah beristirahat sekira 30 menit, kami melanjutkan perjalan menuju pos 2. Trek dari pos 1 ke pos 2 menurut banyak orang adalah trek terjauh antar pos dijalur ini.

 Jalur dari pos 1 ke pos 2 sudah agak terjal treknya, dengan variasi beberapa bonus yang membuat persendian lutut ini overheat. Oh iya, di sepanjang jalur ini jalur sudah terbuka. Kita bisa melihat gumpalan awan terasa sejajar dengan kaki kita, dengan matahari yang membakar kepala. Panjangnya jalur dan teriknya sang surya sukses membuat kami ngos-ngosan. Apalagi sebagian besar diantara kami baru pertama naik gunung. Kami sering berhenti untuk sekedar mengambil nafas. Tetapi meskipun benar-benar menguras tenaga, kami dimanjakan oleh pemandangan yang sangat menyejukkan mata. Setelah berjalan kurang lebih 2 jam, pukul 12.30 siang kami tiba di pos 2. Dan, di pos 2 ini ada warung yang menjual makanan dan air minum kebutuhan pendaki. Disini kami leyeh-leyeh dan memesan makanan di warung ini. Setelah berembug agak lama, kami memutuskan untuk buka tenda disini, dengan pertimbangan adek-adek dan tante saya sudah sangat kelelahan. Di pos 2 ini terdapat sebidang tanah yang dapat digunakan 4 tenda.

 Setelah buka tenda, yang kami lakukan disini makan, minum, ngopi, foto-foto, dan tidur sampai maghrib tiba. Petangnya, sholat maghrib, makan lagi, dan selepas isya' kami memutuskan untuk tidur, mempersiapkan summit esok hari.

Selasa 21 Juli, kami bangun jam 5 pagi. Pos 2 ternyata sudah ramai pagi itu, banyak tenda pendaki yang berdiri disekitar pos. Sebelum melanjutkan ke puncak, kami sarapan dulu dan minum minuman hangat, biar kuat..hehehe. Jam 7 tepat, kami mulai berjalan. Trek dari pos 2 ke pos 3 mulai menanjak dengan beberapa trek landai sebagai variasi. Setengah jalan menuju pos 3, kami mulai terpisah, saya, dek Akbar, dan dek Kansa jalan di depan, sedangkan yang lain dibelakang. Setelah kurang lebih 45 menit, sampailah kami di pos 3. Pagi itu disana juga banyak tenda pendaki. Tak lama kami disini, jam 8 kami lanjut menuju pos 4. Trek dari pos 3 ke pos 4 ini menurut saya adalah trek terberat di jalur Cemorosewu ini. Tanjakan panjang zigzag, dan jalur berbatu adalah kombinasi pas untuk membuat lutut terasa ngilu dan dada sesak karena tipisnya oksigen. Mulai dari pos 3 juga, kami banyak bertemu pendaki yang akan turun. Meskipun berat, pemandangan di bawah cukup memanjakan mata, sejenak melupakan beratnya jalur. Pos 3 ke pos 4 ini dapat ditempuh selama kurang lebih 90 menit. Cuma sebentar di pos 4, kami lanjut ke pos 5 yang menurut pendaki yang kami temui hanya 15 menit waktu tempuhnya. Dan memang, langkah kaki ini terasa ringan setelah menjejak pos 5. Kami tidak berhenti disini, lanjut ke warung Mbok Yem untuk makan siang. Jam 11 siang, kami sampai di warung legendaris ini, dan langsung memesan makanan. Setelah puas mengisi energi, kami lanjut ke puncak. Dari warung Mbok Yem, ambil jalur ke kanan. Waktu tempuh sekitar 15 menit. Di jalur menuju puncak ini, dek Icha sempat akan menyerah, terjalnya trek dan terik matahari membuat air matanya jatuh membasahi tanah. Tapi berkat dorongan dari Om Napik, ayahnya, ia mau untuk lanjut ke puncak.

Jam 12 siang, kami tiba di puncak, alhamdulillah Ya Allah. Puncak Hargo Dumilah ramai siang itu. Banyak pendaki yang antri untuk dapat berfoto di tugu triangulasinya. Pemandangannya, sangat indah. Di timur terlihat pegunungan Wilis, gunung Arjuno-Welirang, dan Semeru yang tampak samar. Di barat terlihat gunung, Merapi, Merbabu, dan, Sindoro, Sumbing. 30 menitan di puncak, kami memutuskan turun. Perjalan turun dari puncak ke pos 2 kami tempuh sekitar 90 menit. Sampai pos 2, kami bongkar tenda dan melanjutkan turun ke basecamp Cemorosewu. Saat turun adalah perjuangan tersendiri. Jalur berbatu membuat lutut ini gampang sekali gemetar, namun kami tetap jalan karena akan sangat sakit justru kalau banyak berhenti. Jam 4.30 sore, sampailah kami di gerbang Cemorosewu, sungguh perjuangan yang berat selama 2 hari 1 malam di gunung Lawu. Rasa lelah seolah terbayar setelah bertemu kembali dengan peradaban. Dari sini kami makan sate kelinci di dekat basecamp Cemorosewu, sebelum lanjut perjalanan pulang ke Ponorogo.

Thank's to :
Allah SWT
Keluarga besar Mulyono HW
Bapak dan Ibu
Om Napik dan tante Antik





Wednesday 4 November 2015

Happy Centenary, PSM Makassar !



Sebenarnya memang agak telat untuk membahas ini. Tapi memang baru sempat untuk menuliskannya sekarang....hehehe. Nggak papalah. Persatuan Sepakbola Makassar, atau yang lebih dikenal dengan sebutan PSM saja, tanggal 2 November 2015 genap berusia 100 tahun. Usia yang tergolong sepuh untuk ukuran klub sepakbola di Indonesia. Dididrikan sebagai Makassar Voetbal Bond, PSM bertransformasi menjadi kesebelasan papan atas negeri ini. Juku Eja  lima kali menjadi juara perserikatan, yaitu tahun 1957, 1959, 1965, 1966, dan 1992

Gaya bermain cepat dan keras namun tidak kasar menjadi trademark sendiri buat tim ini. Sebagai generasi yang lahir tahun 90-an, saya memang tidak sempat menyaksikan striker legendaris Ramang mengoyak gawang lawan. Tapi saya cukup beruntung bisa menyaksikan aksi Kurniawan Dwi Julianto,  Hendro Kartiko dan playmaker brilian Carlos de Melo membawa Ayam Jantan dari Timur menjuarai liga Indonesia musim 1999-2000.  Pada masa itu ikon PSM saat ini, Syamsul Bachri Chaeruddin mungkin masih menyaksikan para legenda itu bermain. 

PSM Makassar Kini. 

PSM Makassar saat ini sedang membangun kembali era kejayaan mereka. Tim kebanggaan Sulawesi Selatan masih setia menjadi bahan pemberitaan diberbagai media. Mereka sempat membelot ke Indonesian Premier League karena tidak puas dengan pengeloalaan liga yang buruk pada tahun 2010. Kini, dengan Syamsul Chaeruddin sebagai jenderal lapangan tengah, PSM coba membangun era baru mereka bersama Rasyid Bakrie dan para pemain muda lain.  Ewako PSM !

Ditulis dengan penuh rasa hormat, dari manusia yang rindu akan atmosfer stadion di Indonesia


Pendakian Penuh Syukur Merbabu, 12-10-2013

 Pendakian ke gunung Merbabu kali ini sebenarnya tidak ada dalam rencana saya waktu itu. Karena adek angkatan saya mengajak ke gunung Prau, tapi sampai H-3 tidak ada kejelasan.Lalu, datanglah tawaran dari dari kakak angkatan untuk memandu rekannya dari Jakarta, tanpa pikir panjang saya mengiyakan ajakan itu. Kami berangkat hari Jumat, 12 September 2012.
Berangkat dari Jogja jam 10 pagi, terpotong sholat jumat, kami tiba di basecamp wekas pukul 2 siang. Berkekuatan 13 orang, kami mulai mendaki jam 4 sore. Trek awal berupa jalan corblok melewati ladang penduduk, sampai di pos 1 berupa makam. Istirahat sebentar disini, kami lanjut berjalan menuju tempat camp di pos 2 jam 7 malam. Agendanya, bangun tenda, makan, lalu tidur karena kami ingin summit attack jam 12 malam.
Dinginnya jam 2 malam di Merbabu tak menyurutkan semangat kami. Jalur menanjak selepas pos 2 jadi sarapan pagi kami saat itu. Sampai akhirnya, kami kebingungan ketika sampai di pertemuan jalur Cunthel dan Wekas, karena saya dan senior saya lupa disini, maklum gelap. Target untuk melihat sunrise di puncak meleset, kami harus puas menikmati matahari terbit selepas sholat subuh di pos Helipad.
Dari pos Helipad, kami melewati jembatan setan, sebelum beristirahat lama di pertemuan jalur puncak kenteng songo-puncak syarif. Setelah tertidur disini selama 1 jam, kami melanjutkan perjalanan dan sampai di puncak Kenteng Songo jam 7 pagi, Alhamdulillah. Tiada lain kegiatan selain berfoto disini.
Jembatan setan
Jam 9 pagi kami mulai turun kembali ke pos 2. Estimasi waktu turun 2 jam, disini rombongan mulai terpecah. Beberapa rekan jalan duluan, sementara saya dan bang faaza dibelakang bersama Anis dan Maula. Kesalahan kami saat akan ke puncak adalah minimnya air yang kami bawa, sehingga teriknya matahari siang itu membuat kami kehausan. Bahkan, wajah Anis pucat karena dehidrasi. Setiap bertemu rombongan pendaki lain, kami bergantian minta minum. Terimakasih, kalian sangat baik. Saat itu saya menyadari betapa pentingnya manajemen logistik, supaya tidak kehabisan bekal. Tepat jam 12 siang, kami sampai di pos 2. Makan siang, packing, lalu turun ke basecamp. Kami turun dari pos 2 jam 1 siang, dan tiba di basecamp jam 4 sore. Di basecamp kami istirahat dan membersihkan diri setelah pendakian melelahkan. Jam 7 malam, saatnya pulang. Disini kami harus berpisah dengan kawan dari Jakarta, karena mereka harus mengejar keberangkatan kereta di stasiun, sedangkan kami langsung ke Jogja. Terimakasih rombongan Jogja, bang Faaza, Dimas, Cak Agus, dan Anis. Terimakasih rombongan Jakarta, Wigi, Tika, Maula, Edwin Parinduri, Edwin Pasaribu, Astrid, Yudi, dan Agus 'setan pacitan'. Semoga lain waktu kita bisa naik gunung bareng lagi :-D
Pos Helipad
Para tangguh, dari kiri: Anis, Wigi, Tika, Maula, Astrid
Para Peserta